TERBIT.ID, Sukabumi – Siswa-siswi SMA Negeri 1 Parungkuda, Kabupaten Sukabumi kembali menunjukkan semangat dan kreativitasnya melalui pagelaran seni tari bertajuk “Samattha Sahitya Sarasa”, yang digelar di salah satu ruang kelas, pada Sabtu (5/10/2025). Pagelaran ini menjadi agenda tahunan yang tidak hanya menampilkan karya tari, tetapi juga menjadi wadah pembelajaran manajemen pertunjukan bagi para pelajar.
Guru Seni Budaya sekaligus pembina ekstrakurikuler seni tari SMAN 1 Parungkuda, Kusumah Dwi Prasetya, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan ajang penguatan karakter siswa baru melalui seni.
“Setiap tahun kami selalu mengadakan pertunjukan, khususnya bagi siswa-siswa baru yang baru bergabung di ekskul seni tari. Di sini mereka belajar kedisiplinan, kebersamaan, serta melestarikan budaya melalui karya tari,” ujar Kusuma kepada terbit.id
Menurutnya, berbeda dengan kegiatan lomba yang cenderung fokus pada hasil akhir, dalam pagelaran ini siswa diajak untuk memahami seluruh proses di balik layar pertunjukan.
“Kalau lomba kita hanya menyiapkan tarinya saja, tapi di sini mereka belajar melayani penonton dan memanajemen sebuah pertunjukan. Jadi bukan sekadar menari, tetapi juga mengatur, berkolaborasi, dan berinovasi,” ungkapnya.
Pagelaran Samata Sahiga Sarasa menampilkan beragam jenis tari, mulai dari tari tradisional, kreasi, jaipong, modern, hingga kontemporer. Menariknya, acara ini juga melibatkan kerja sama lintas ekstrakurikuler seperti NVD (perfilman), teater, dan PMR untuk mendukung tata panggung hingga penyiapan P3K selama acara berlangsung.
“Jumlah peserta tahun ini cukup banyak, sekitar seratus lebih. Sekitar 80 di antaranya dari seni tari dan sisanya kolaborasi dengan ekskul lain. Keberhasilan ini juga berkat dukungan alumni dan kepala sekolah Ibu Hj. Nike yang selalu memberikan izin serta support penuh,” tutur Kusuma.
Ia menambahkan, mayoritas peserta berasal dari kelas 10 hingga kelas 12, dengan fokus pembelajaran pada kelas 10 dan 11.
“Kelas 12 kami libatkan untuk mendampingi adik-adik kelasnya dalam belajar manajemen, membuat sebuah karya, dan tata pentas. Semua panitia adalah siswa, kami guru hanya mendampingi,” tambahnya.
Lebih lanjut Kusuma berharap agar seni tari tidak lagi dipandang hanya sebagai aktivitas perempuan, melainkan juga ruang ekspresi universal.
“Karya tari itu bukan hanya milik perempuan. Juga siswa laki-laki juga berani berkarya. Yang penting bukan hanya bisa menari bagus, tapi bisa memanajemen pertunjukan yang apik tanpa meninggalkan unsur budaya,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya menyesuaikan tradisi dengan perkembangan zaman.
“Sekarang banyak yang gengsi menarikan tari tradisional karena pengaruh media sosial. Tapi kami berusaha mengangkat kearifan lokal dengan cara yang anak muda sukai. Makanya selain tari tradisi, ada juga tari modern dan kontemporer yang dasarnya tetap dari budaya lokal,” imbuhnya.
Sementara itu, Siti Danisa Kusmayanti, siswi kelas XI-5 selaku ketua pelaksana, menceritakan dinamika di balik proses persiapan acara.
“Kita bagi divisi dengan PJ dari kelas 12, lalu menurunkan deskripsi tugas ke kelas 11. Awalnya agak sulit karena kurang kompak, kadang ada yang tidak hadir dan suka miscom. Tapi akhirnya bisa berjalan dengan baik,” ungkap Danisa.
Meski waktunya terbilang singkat, yakni hanya satu bulan, Danisa mengaku puas dengan hasilnya.
“Sebulan buat pagelaran itu sebenarnya tidak cukup, tapi kita berusaha maksimal. Hasilnya cukup memuaskan,” katanya.
Ia pun berharap agar kegiatan berikutnya bisa lebih terkoordinasi.
“Semoga teman-teman ke depan lebih kompak, lebih bisa mengatur waktu, dan tidak sering izin kecuali benar-benar sakit,” tuturnya menutup.
Pagelaran Samata Sahiga Sarasa menjadi bukti bahwa pelajar SMAN 1 Parungkuda tidak hanya mampu melestarikan budaya lokal, tetapi juga beradaptasi dengan arus modernitas. Melalui kegiatan ini, seni tari tak sekadar menjadi tontonan, melainkan ruang pembelajaran dan pembentukan karakter yang bernilai luhur. (R.Cking).

