TERBIT.ID, Sukabumi - Memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, Serikat Pekerja TSK SPSI Kabupaten Sukabumi menggelar doa bersama sebagai refleksi perjuangan buruh dan upaya menghadapi ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Ketua SP TSK SPSI Mochamad Popon mengajak pemerintah dan pengusaha untuk mengedepankan efisiensi ketimbang PHK serta menyoroti pentingnya penyelesaian persoalan mendasar seperti sampah demi menarik investasi.
Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit (SP TSK) SPSI Kabupaten Sukabumi memperingati Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025 dengan cara berbeda. Bertempat di Sekretariat SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi, Komplek Pertokoan Dayaika, Jalan Raya Siliwangi, Cibadak, para pengurus dan anggota menggelar doa bersama sebagai bentuk refleksi dan ikhtiar spiritual menghadapi realitas dunia kerja yang kian kompleks, Rabu (30/4/2025).
Ketua SP TSK SPSI Mochamad Popon menyampaikan, doa bersama dipilih sebagai langkah spiritual menghadapi bayang-bayang PHK massal yang kini menghantui banyak buruh di Kabupaten Sukabumi.
“Kalau yang lain demonya ke kantor pemda, gubernur, bahkan istana, kita demonya ke Allah SWT. Kita memohon langsung kepada Yang Maha Kuasa karena situasinya sudah sangat berat,” ujarnya.
Popon menegaskan bahwa hingga saat ini belum terjadi PHK massal di wilayah kerjanya yang mencakup 11 perusahaan padat karya, termasuk tiga perusahaan sepatu, dua perusahaan garmen, dan tiga perusahaan peternakan, dengan jumlah anggota sekitar 50.750 orang. Namun, ia mengingatkan bahwa indikasi ke arah PHK tetap ada.
“Sampai detik ini belum ada PHK massal, tapi indikasinya mulai terlihat. Kami minta pengusaha untuk sekuat tenaga tidak melakukan PHK. Kalau pun terpaksa, maka hak-hak normatif buruh harus dipenuhi sesuai perjanjian kerja bersama (PKB) dan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Popon juga mengimbau pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang meringankan beban industri, seperti pemberian insentif, kemudahan perizinan, serta menghindari praktik ekonomi biaya tinggi (high cost economy).
Ia turut menyoroti pengaruh global, terutama dari kebijakan ekonomi Amerika Serikat. “Hampir semua perusahaan padat karya di Sukabumi orientasinya ekspor, dan mayoritas ke Amerika. Jadi tekanan dari luar, seperti kebijakan Donald Trump, punya dampak langsung,” jelasnya.
Terkait praktik pungutan liar (pungli), Popon menjelaskan bahwa peran serikat pekerja adalah mengurus buruh yang sudah bekerja, namun pihaknya tetap mendorong sistem rekrutmen online untuk menghilangkan celah pungli.
“Kita dukung langkah Gubernur Jawa Barat soal rekrutmen online. Pungli itu sering terjadi saat proses masuk kerja, dan ini tidak hanya merugikan buruh tapi juga perusahaan karena menurunkan produktivitas,” tuturnya.
Di penghujung acara, Popon juga menitipkan pesan kepada pemerintah daerah. Ia mengapresiasi visi Kabupaten Sukabumi dalam salam “Mubarokah” (Maju, Unggul, Berbudaya, dan Berkah), namun menilai visi tersebut harus dimulai dari hal paling mendasar: pengelolaan sampah.
“Satu saja PR pemerintah sebelum bicara yang besar-besar, selesaikan dulu urusan kecil seperti sampah. Dari Cicurug sampai Sukalarang, tumpukan sampah di pinggir jalan tidak ada yang urus. Kalau halaman rumah kita kotor, siapa yang mau datang atau berinvestasi?” kritiknya. (R.Cking).