Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik di tengah keluhan kualitas makanan yang sempat muncul dari orang tua siswa di beberapa kecamatan.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi mengakui bahwa dari total 191 dapur MBG yang sudah beroperasi dan delapan dapur yang akan diluncurkan, belum ada satu pun yang berhasil mengantongi sertifikat wajib tersebut.
"Berdasarkan hasil rapat koordinasi di Pendopo, total dapur SPPG yang sudah beroperasi mencapai 191 unit, sementara 8 dapur lagi baru akan launching. Dari total kuota Kabupaten Sukabumi sebanyak 289 dapur, belum ada satu pun yang sudah memiliki SLHS. Semuanya masih berproses," ungkap Kepala Bidang Pengawasan Perbekalan Kesehatan dan Makanan Minuman (PPMM) Dinkes Kabupaten Sukabumi, dr. Hj Solitaire Ram Mozes, pada Rabu (8/10/2025).
Proses Sertifikasi Ketat Belum Terpenuhi
SLHS merupakan dokumen resmi dari instansi kesehatan daerah yang memastikan suatu tempat pengolahan makanan memenuhi standar sanitasi dan keamanan pangan Kementerian Kesehatan. Sertifikat ini wajib dimiliki oleh seluruh penyedia jasa boga, termasuk dapur pelaksana MBG, guna menjamin keamanan konsumsi penerima manfaat.
Menurut dr. Solitaire, proses penerbitan SLHS memerlukan tahapan ketat dan harus memenuhi lima komponen utama, yaitu: surat keterangan SPPG, denah atau layout dapur, hasil uji laboratorium, inspeksi kesehatan lingkungan, dan Sertifikat Penjamah Keamanan Pangan (PKP).
"Lima komponen ini sifatnya wajib. Tanpa kelima dokumen itu, SLHS tidak bisa diterbitkan, karena semuanya terkait dengan standar kelayakan pangan dan sanitasi," tegasnya.
Selain dapur, seluruh pihak yang terlibat langsung dalam proses pengolahan makanan (penjamah makanan) juga diwajibkan memiliki Sertifikat PKP. Sertifikasi PKP dilakukan secara digital melalui ujian online dengan nilai kelulusan minimal 70 poin dan menjadi bagian integral yang harus dipenuhi untuk memperoleh SLHS.
Dinkes Lakukan Pendampingan, Kewenangan Operasional di BGN
Meskipun seluruh dapur belum bersertifikat, dr. Solitaire menyebutkan bahwa kewenangan keputusan operasional berada di tangan Badan Gizi Nasional (BGN). Dinkes menyatakan tetap memberikan pendampingan selama dapur-dapur tersebut menunjukkan komitmen perbaikan.
"Kami menghargai dapur-dapur yang masih berproses. Tidak serta-merta diberhentikan, selama ada komitmen perbaikan dan memenuhi tahapan yang sudah ditentukan," katanya.
Lebih lanjut, dr. Solitaire menegaskan bahwa kepemilikan SLHS bukanlah akhir pengawasan. Setelah sertifikat terbit, Dinkes akan tetap melakukan pemantauan berkala setiap enam bulan, mencakup uji laboratorium ulang dan inspeksi sanitasi untuk memastikan mutu makanan tetap terjaga. SLHS sendiri berlaku selama enam bulan dan harus diperbarui.
Dinas Kesehatan juga mengakui adanya tantangan dalam penyesuaian standar higienitas di awal pelaksanaan program.
"Program MBG ini baru berjalan, jadi wajar masih ada proses penyesuaian. Kami di Dinas Kesehatan terus mendampingi, agar semua dapur bisa segera memenuhi standar SLHS dan memastikan keamanan konsumsi anak-anak," pungkasnya.(FKR)