terbit.id, Sukabumi - Puluhan eks karyawan PT Tirta Investama (AQUA) Mekarsari yang tergabung dalam Pergerakan Eks Karyawan Aqua Bersatu menggelar aksi damai di depan gerbang Pabrik Aqua Mekarsari, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Senin (24/11/2025). Mereka menuntut pencairan hak ganti rugi (tawidh) sebesar 80 persen dari sisa pinjaman (outstanding loan) yang belum direalisasikan oleh Koperasi Tirtaloka Mekarsari, Bank Syariah Indonesia (BSI), dan PT Jaminan Pembiayaan ASKRINDO Syariah.
Setahun Menunggu, Hak Ganti Rugi Tak Kunjung Direalisasikan
Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Saepul Tavip, menyampaikan, Aksi ini digelar setelah satu tahun para eks karyawan yang telah mengabdi puluhan tahun menunggu kepastian pembayaran hak tawidh sebesar 80 persen pasca PHK. Ketentuan ganti rugi itu tercantum dalam dokumen resmi Adendum Penawaran Penjaminan Pembiayaan Mitra Kopkar Channelling dari ASKRINDO Syariah kepada BSI Area Bogor tertanggal 17 Desember 2021, yang menegaskan bahwa debitur berhak menerima ganti rugi maksimal 80 persen ketika terjadi PHK.
Namun, hingga kini hak tersebut tidak kunjung dipenuhi.
Pihak BSI dan ASKRINDO Syariah berdalih klaim tidak dapat diproses karena nilai pertanggungan dianggap over limit dan terdapat keterlambatan pengajuan dokumen. Para eks karyawan menolak alasan tersebut.
“Alasan itu tidak pernah ada dalam perjanjian kredit maupun dokumen resmi yang kami tandatangani. Ini merugikan hak-hak kami sebagai eks karyawan,” ujar Saepul Tavip, usai aksi.
Presiden OPSI: Hak Eks Karyawan Tidak Boleh Dihilangkan
Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Saepul Tavip, menyatakan dukungan penuh terhadap perjuangan para eks karyawan. Ia menegaskan bahwa hak tawidh tersebut memiliki dasar hukum yang kuat dan wajib dipenuhi oleh pihak terkait.
“Dokumen penjaminan yang menyatakan hak ganti rugi 80 persen itu sah secara hukum dan tidak pernah dibatalkan. Maka tidak ada alasan bagi BSI maupun Askrindo untuk menolak klaim para pekerja,” tegas Saepul Tavip.
Ia menyebut bahwa persoalan ini tidak boleh dibiarkan mengambang karena menyangkut hak normatif pekerja yang dilindungi hukum.
“Jika pekerja yang ter-PHK sebelumnya bisa menerima hak yang sama, mengapa kelompok ini justru ditolak? Ini bentuk diskriminasi dan pelanggaran serius terhadap keadilan pekerja,” tambahnya.
Saepul Tavip juga menegaskan bahwa pihaknya siap mendampingi para eks karyawan untuk mengambil langkah hukum apabila tuntutan mereka terus diabaikan.
“Kami akan terus mengawal. Kalau tidak ada penyelesaian, maka jalur hukum dan aksi lanjutan akan kami tempuh. Hak pekerja harus ditegakkan, tidak bisa dinegosiasikan,” tegasnya.
Total Tuntutan Capai Rp 4,13 Miliar
Sebanyak 51 eks karyawan menuntut pencairan hak tawidh 80 persen dari total sisa pinjaman sekitar Rp 5 miliar. Hak yang seharusnya diterima mencapai Rp 4,13 miliar.
“Hak 80 persen ini bukan permohonan, tapi kewajiban yang harus diberikan sesuai dokumen perjanjian. Namun sampai sekarang berbagai alasan muncul untuk menghindari pembayaran,” ungkap koordinator aksi.
Ia menyebut pertemuan demi pertemuan dengan pihak koperasi, BSI, maupun ASKRINDO belum pernah menghasilkan keputusan konkret.
“Sudah berkali-kali audiensi, hasilnya nihil. Hari ini pun BSI dan Askrindo tidak memberi keputusan apa pun. Koperasi hanya menyampaikan akan berusaha membantu,” jelasnya.
Siap Tempuh Jalur Hukum Jika Tuntutan Tak Dipenuhi
Para eks karyawan menilai ada unsur wanprestasi karena hak yang dijanjikan dalam dokumen resmi tidak dipenuhi. Mereka meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan mengawasi dan memastikan semua pihak mematuhi aturan.
“Kalau alasan kadaluarsa, siapa yang bikin kadaluarsa? Bukan kami. Kami sudah mengikuti seluruh prosedur,” ujar Saepul Tavip.
Saepul Tavip kembali menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal para eks karyawan hingga hak mereka terpenuhi.
“Kami siap melakukan gugatan hukum dan langkah-langkah lain yang dibenarkan undang-undang jika masalah ini tidak segera diselesaikan,” tegasnya. (R.Cking).

