Dalam aksinya, terdapat 6 tuntutan yang diinginkan oleh AMP mulai dari pencabutan sertifikat yang dinilai cacat hukum akibat mafia tanah hingga pungli dan penyalah gunakan wewenang yang diklaim terjadi di lingkungan ATR/BPN Kabupaten Sukabumi.
Koordinator AMP, Diki Agustina menuturkan temuan AMP di lapangan bahwa terdapat kegaduhan di masyarakat akibat program PTSL dimana masyarakat yang pada awalnya memiliki sertifikat yang secara sah baik fisik maupun data terhadap lahan yang mereka punya, tetapi ketika serifikat PTSL terbit mereka jadi tidak memiliki lahan.
"Contoh konkret di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Hasil temuan di lapangan telah terbit lima Akta Jual Beli (AJB) dengan nomor 130/2009, 131/2009, 133/1009, 148/2009, dan 160/2009. Kelima AJB tersebut teregistrasi di PPATS Kecamatan Ciemas pada tanggal 10 juni 2009, yang mana dari dasar kelima AJB tersebut H Yuliawan melakukan upaya perampasan tanah milik Ir Adi Warsita Adinegoro dengan cara mendaftarkan persertifikatan dengan program yang sedang berjalan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sukabumi melalui program PTSL tahun anggaran 2019 dengan kuota sertifikat sebanyak 5000 keping untuk Desa Girimukti Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi," jelas Diki.
Masih di Girimukti, lanjut Diki, terjadi tumpang tindih Letter C pada buku pencatatan Letter C di desa girimukti, yang itu menjadi dasar munculnya AJB di tanah yang dikuasai dan dibeli dengan itikad baik oleh penggugat dari Hani Moniaga. Yang mana objek yang dikuasai oleh penggugat sejak tahun 1996 tersebut, dahulu berdasarkan surat pengumuman Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Sukabumi Nomor : 630.1/160/1994, tertanggal sukabumi 11-4-1994 tentang pelaksanaan konversi pendaftaran tanah bekas hak-hak di indonesia yang di tandatangani oleh ATR/BPN.
Nomor Persil dan nama pemohon sertifikat untuk pertama kali terjadi pada 11-4-1994 yang sangat berbeda dengan surat keterangan C yang dijadikan dasar untuk terbit 5 AJB ditahun 2009 sebagai mana uraian posita point nomor 7 menggunakan surat keterangan letter C yang berbeda dengan surat keterangan dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi tertanggal 11-4-1994.
"Kami melihat di sini ada proses persekongkolan dari akar rumput sampai Kepala ATR/BPN," tegas Diki.
Terkait pungutan liar (Pungli) di lingkungan kantor ATR/BPN, Diki menjelaskan ada salah satu masyarakat yang ingin mempertahankan lahannya untuk atas nama mereka dan karena tanah itu diklaim oleh orang lain, mereka itu otomatis mempertahankan dan melakukan proses administrasi kepada ATR/BPN.
Atas temuan tersebut, para mahasiswa pun berencana akan mendalami temuan tersebut dan akan melaporkan temuan mereka ke aparat penegak hukum (APH) untuk membantu masyarakat dalam mencari keadilan tanah hak miliknya.
"Rencana, kami akan melakukan pendalaman lebih jauh lagi karena saya meyakini tidak hanya di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas tetapi ada di desa dan kecamatan lain karena yang kita ketahui banyak konflik agraria di Kabupaten Sukabumi. Jadi kami akan pendalaman lagi serta laporkan ke polisi. Kami menduga ada di ruang lingkup ATR/BPN yang hari ini menjadi orang dan diduga memfasilitasi pungli yang dilakukan," pungkasnya.
Sementara itu, pihak ATR/BPN Kabupaten Sukabumi belum bisa memberikan konfirmasi terhadap permasalahan sertifikat PTSL yang dipersoallan para mahasiswa. Meski telah menunggu selama 1 jam pihak ATR/BPN menolak untuk mengomentari.(FKR)