DPRD Kabupaten Sukabumi Tetapkan Raperda PATANJALA, Tonggak Pelestarian Budaya dan Perlindungan Sumber Air

Redaksi
Rabu, 12 November 2025 | 20:15 WIB Last Updated 2025-11-14T12:49:30Z


terbit.id, Sukabumi – DPRD Kabupaten Sukabumi melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) resmi menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelestarian Pengetahuan Tradisional dalam Pelindungan Kawasan Sumber Air atau Perda PATANJALA. Regulasi ini menjadi langkah strategis dalam memperkuat pelestarian budaya Sunda sekaligus menjaga kelestarian lingkungan hidup di Kabupaten Sukabumi.

Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Sukabumi, Bayu Permana, menjelaskan bahwa Perda PATANJALA lahir dari komitmen bersama untuk mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam tata kelola lingkungan.
“Raperda ini disusun sebagai upaya menyelaraskan pembangunan daerah dengan kearifan Sunda, khususnya dalam menjaga kawasan sumber air. Ini adalah langkah penting agar lingkungan dan budaya tetap terjaga untuk generasi yang akan datang,” ujarnya, Rabu (12/11/2025).

Latar Belakang: Menjawab Tantangan Ekologis dan Kebudayaan
Penyusunan Raperda PATANJALA didorong oleh sejumlah pertimbangan strategis. Pertama, regulasi ini merupakan dukungan terhadap visi pembangunan daerah “Sukabumi Mubarokah”, terutama pada aspek pemajuan kebudayaan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Selain itu, tingginya ancaman bencana ekologis seperti banjir serta longsor akibat menurunnya daya dukung lingkungan menuntut hadirnya regulasi yang mampu mengatur pelindungan kawasan sumber air secara lebih komprehensif.

Bayu Permana juga menegaskan bahwa penyusunan Raperda ini mengikuti arahan Gubernur Jawa Barat yang mendorong penguatan tata ruang dan pengelolaan lingkungan berbasis kabuyutan Sunda.
“Kita ingin memastikan bahwa pembangunan tetap berpijak pada nilai adat, budaya, dan ekologi yang telah diwariskan leluhur kita,” tuturnya.

Substansi Utama: 12 Bab dan 39 Pasal Mengatur Pelestarian Patanjala
Raperda PATANJALA terdiri dari 12 Bab dan 39 Pasal, memuat berbagai ketentuan mulai dari pelindungan pengetahuan tradisional hingga mekanisme pengawasan. Beberapa poin penting di antaranya:

Pengaturan tentang pengetahuan tradisional Patanjala sebagai dasar pelindungan kawasan sumber air.

Klasifikasi kawasan: leuweung larangan (suaka), leuweung tutupan (lindung), dan leuweung baladahan (budidaya).

Tahapan pelindungan berbasis budaya: tatahar, naratas, dan netepkeun.

Keterlibatan masyarakat dalam pelestarian, pengawasan, serta pendidikan budaya dan lingkungan.

Ketentuan mengenai pendanaan dan pengawasan terintegrasi dengan perangkat daerah.

Bayu menjelaskan bahwa substansi ini dibuat agar pelestarian Patanjala tidak hanya menjadi slogan, tetapi memiliki dasar hukum dan mekanisme yang jelas.

Menurutnya, “Pelestarian ini harus berjalan melalui kolaborasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan.”

Landasan Hukum
Raperda PATANJALA disusun berdasarkan sejumlah payung hukum nasional dan daerah, antara lain:

UUD 1945 Pasal 18 ayat (6)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air

Perda Kabupaten Sukabumi Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah

Landasan ini memastikan bahwa pelestarian pengetahuan tradisional terintegrasi dengan tata kelola lingkungan dan pembangunan daerah.

Rekomendasi Bapemperda: Dari Perbup hingga Digitalisasi Pengetahuan
Dalam laporan akhirnya, Bapemperda mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk memperkuat implementasi Perda PATANJALA. Di antaranya:

Pemerintah daerah diminta segera menyusun Peraturan Bupati (Perbup) sebagai petunjuk teknis pelaksanaan.

Pengalokasian anggaran yang memadai untuk inventarisasi, pemetaan, dan revitalisasi kawasan Patanjala.

Peningkatan literasi serta digitalisasi pengetahuan tradisional agar dapat diakses oleh generasi muda.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala setiap tahun.

Bayu Permana menambahkan bahwa digitalisasi penting agar generasi muda tidak terputus dari akar budaya Sunda.
Menurutnya, “Patanjala bukan hanya warisan, tetapi pedoman hidup. Bila tidak disebarluaskan, kita khawatir generasi mendatang kehilangan identitas ekologisnya.”

Raperda PATANJALA diharapkan menjadi tonggak kebangkitan ekologis dan kultural di Kabupaten Sukabumi, sekaligus mengembalikan harmoni antara manusia, budaya, dan alam.
Perda ini juga menegaskan falsafah Sunda “dinu kiwari ngancik nu bihari, seja ayeuna sampeureun jaga” — bahwa apa yang dilakukan saat ini adalah bagian dari warisan bagi masa depan. (ADV). 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • DPRD Kabupaten Sukabumi Tetapkan Raperda PATANJALA, Tonggak Pelestarian Budaya dan Perlindungan Sumber Air

Trending Now

Iklan