Dari Purwasari untuk Indonesia: Inovasi “Bintang di Surga” Tekan Stunting, Desa Ini Tembus 7 Besar Nasional

Redaksi
Selasa, 23 Desember 2025 | 22:13 WIB Last Updated 2025-12-24T02:14:49Z
terbit.id, Sukabumi - Desa Purwasari, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, membuktikan bahwa inovasi berbasis kepedulian dan kerja kolektif mampu membawa perubahan nyata. Melalui program pencegahan stunting yang konsisten dan berkelanjutan, Desa Purwasari berhasil menembus peringkat tujuh terbaik nasional dalam ajang Lomba Desa Berkinerja Baik 2025 yang digelar Kementerian Desa.

Capaian tersebut bukan sekadar prestasi administratif, melainkan hasil dari proses panjang, kerja keras kader, serta keberanian desa untuk terus berinovasi demi menyelamatkan generasi masa depan dari ancaman stunting dan gizi buruk.

Kepala Desa Purwasari, Agus Setiagunawan, menyebut apresiasi nasional itu sebagai pemantik semangat baru, khususnya bagi para kader posyandu dan pegiat kesehatan di desanya.

“Alhamdulillah, sekitar satu bulan lalu kami mendapatkan apresiasi dari Kementerian Desa sebagai penyelenggara Lomba Desa Berkinerja Baik tingkat nasional. Ini pencapaian yang sangat membanggakan sekaligus memotivasi kami untuk bekerja lebih baik lagi,” ujar Agus, kepada terbit.id, Selasa, (23/12/2025). 

Bersaing dari Sabang sampai Merauke
Agus menuturkan, sebelum meraih peringkat nasional, Desa Purwasari harus melalui tahapan seleksi berjenjang, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. Dari 15 desa unggulan nasional yang mengikuti workshop selama tiga hingga empat hari di Tangerang, Desa Purwasari akhirnya ditetapkan sebagai peringkat ketujuh terbaik nasional, sekaligus wakil Jawa Barat.

Secara tidak langsung, capaian ini mengukuhkan Purwasari sebagai salah satu desa rujukan inovasi pencegahan stunting berbasis masyarakat.

“Bintang di Surga”, Senjata Desa Melawan Stunting

Di balik prestasi tersebut, terdapat inovasi unggulan bertajuk “Bintang di Surga”, akronim dari sembilan inovasi desa yang fokus pada pencegahan dan pengendalian stunting.

Agus menjelaskan, inovasi tersebut mencakup pendekatan sosialisasi, pencegahan, edukasi, hingga penyiapan satu kampung khusus yang akan dijadikan pusat percontohan pencegahan stunting di Desa Purwasari.

“Bintang di Surga itu sembilan inovasi yang akan kami ekspos di tahun 2026. Hari ini pun kami sudah mulai merangkai sub-bagian inovasi bersama kader posyandu,” jelasnya.

Salah satu inovasi yang menjadi andalan adalah Stunting Education Center, yang pada 2026 akan dikembangkan menjadi New Stunting Education Center dengan penambahan wahana edukasi dan fasilitas pendukung.

Angka Stunting Turun, Kerja Nyata Terlihat

Dari sisi dampak, upaya tersebut menunjukkan hasil konkret. Agus mengungkapkan, sebelumnya Desa Purwasari sempat mencatat sekitar 78 balita terindikasi stunting, lalu turun signifikan menjadi 38 anak.

“Kami belum bisa men-zero-kan stunting, karena kami bekerja apa adanya. Tapi penurunan ini kami apresiasi sebagai hasil proses yang nyata dan sangat bermanfaat,” ungkapnya.

Penurunan tersebut menjadi bukti bahwa inovasi yang dibangun tidak berhenti pada lomba semata, melainkan berorientasi pada perubahan nyata di masyarakat.

Kolaborasi Kunci Keberhasilan
Keberhasilan Desa Purwasari tidak lepas dari keterlibatan banyak pihak. Mulai dari kader KPM (Kader Pembangunan Manusia), dua bidang desa, tenaga medis yang berdomisili di desa, hingga 65 kader posyandu yang aktif di lapangan.

Selain itu, pemerintah desa juga menggandeng perusahaan-perusahaan melalui program CSR, sebagai bagian dari strategi kolaborasi dalam menekan angka stunting.

Secara tidak langsung, dukungan dari pemerintah kecamatan, Kabupaten Sukabumi, hingga Pemerintah Provinsi Jawa Barat turut memperkuat langkah Desa Purwasari hingga tingkat nasional.

Menuju 2026, Program Berkelanjutan
Agus menegaskan, program pencegahan stunting di Purwasari bukanlah program jangka pendek. Setelah meraih apresiasi nasional, pemerintah desa langsung menyusun perencanaan agar program dapat berjalan berkelanjutan (sustainable) dan teraktualisasi penuh di tahun 2026.

“Lomba ini kami anggap sebagai apresiasi. Ada atau tidak ada lomba, pengabdian tetap berjalan. Kebutuhan masyarakat, khususnya soal gizi dan stunting, adalah hal krusial yang harus kita selesaikan bersama,” tegasnya.

Soal target, Agus memilih untuk tetap realistis dan berserah diri.

“Semua ingin juara, tapi yang terpenting kami berproses maksimal. Menang atau tidak, kami tetap ikhlas demi kemajuan masyarakat,” pungkasnya. (R.Cking). 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dari Purwasari untuk Indonesia: Inovasi “Bintang di Surga” Tekan Stunting, Desa Ini Tembus 7 Besar Nasional

Trending Now

Iklan